Kedudukan dan Hubungan Hadits terhadap al-Qur'an
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, dan diamnya Nabi. Sebegitu pentingnya hadits, maka tak luput dari pembahasan sumber hukum Islam tertinggi yaitu al-Qur'an.
Lalu, bagaimana kedudukan dan hubungan antara hadits dengan al-Qur'an?
Nah, pada tulisan saya kali ini akan membahas tentang kedudukan dan hubungan hadits terhadap al-Qur'an.
Pertama-tama, kita harus tahu al-Qur'an itu apa sih? Definisi secara singkatnya, al-Qur'an adalah kitab atau kalam dari Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril. Sedangkan hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW.
Supaya lebih mudah dalam mengingat, bisa diperhatikan kata yang saya cetak miring.
Setelah mengetahui definisi dari al-Qur'an dan hadits, sekarang kita akan masuk kepada pembahasannya.
A. Kedudukan Hadits terhadap al-Qur'an
Secara garis besar, kedudukan hadits terhadap al-Qur'an ada 4, yaitu:
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at-taqrir adalah menetapkan juga memperkuat dari apa yang sudah diterangkan dalam al-Qur'an.
Contoh:
Q.S. Al-Baqarah ayat 185 yang artinya:
"... maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa..."
Hadits yang menjelaskan ayat di atas:
"Apabila kalian melihat (ru'yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru'yah) itu maka berbukalah." (HR Muslim)
2. Bayan at-Tafsir
Bayan at-Tafsir memiliki arti sebagai fungsi perincian dan penafsiran al-Qur'an, yaitu dengan cara merinci yang mujmal, membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum, dan menjelaskan yang musykil.
a. Merinci yang mujmal (تفصيل المجمل)
Contoh:
Q.S. An-Nisa': 103
فاقيموا الصلاة ان الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا
"Maka dirikanlah shalat itu, sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."
Hadits nabi yang menjelaskan ayat di atas:
"Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sholat." (HR Bukhori)
b. Membatasi yang mutlak (تقييد المطلق)
Contoh: ayat yang berkenaan potong tangan dalam Q.S. Al-Ma'idah: 38
و السارق و السارقة فاقطعوا ايديهما
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya..."
Hadits yang membatasi perihal tersebut dalam ayat:
Bahwa yang dipotong hanya sampai pada pergelangan tangan.
c. Mengkhususkan yang umum (تخصيص العام)
Contoh: ayat yang berkaitan tentang waris dalam Q.S. An-Nisa': 11
يوصيكم الله في اولادكم للذكر مثل حظ الانثيين
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan."
Ayat di atas masih bersifat umum, tapi kemudian Rasulullah mengkhususkan bahwa warisan hanya berlaku kepada sesama muslim dan lain sebagainya.
d. Menjelaskan lafadz yang musykil (توضيح المشكل)
Ada lafadz dalam al-Qur'an yang tidak diketahui maknanya secara jelas, kecuali setelah mendengar keterangan dari Nabi SAW. Ini pernah terjadi pada 'Aisyah ra. terkait dengan kata حسابا (hisaban) dalam surat al-Insyiqaq:8
فسوف يحاسب حسابا يسيرا
Kemudian Nabi menjelaskannya:
"Barang siapa yang diberikan kitabnya sebelah kanan, maka ia akan mendapat hisab yang mudah. Rasulullah bersabda: yang dimaksud ayat itu adalah amal yang diperlihatkan, dan tidaklah seseorang hisabnya diperdebatkan, melainkan ia akan dihisab." (HR Bukhari)
3. Bayan at-Tasyri'
Bayan at-tasyri' memiliki maksud untuk mewujudkan hukum atau aturan yang tidak didapat dalam al-Qur'an secara eksplisit (secara teknis pelaksanaannya tidak dijelaskan dalam al-Qur'an).
Misalnya hukum merajam yang masih perawan, tentang hak waris anak, tentang masalah hukum ekonomi, dan sebagainya. Kita ambil contoh hukum merajam, jika dilihat dari hukum Islam (Fiqh) ternyata had bagi para pezina itu berbeda-beda. Berbeda antara yang masih perawan, yang sudah janda, maupun yang ketika itu sudah punya pasangan. Dan, itu semua dijelaskan kembali dalam hadits.
الزانية و الزانى فاجلدوا كل واحد منهما ماءة جلدة
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali dera... (Q.S. An-Nur:2)"
Seperti praktik yang dilakukan oleh Nabi SAW. dalam beberapa kasus tidak langsung kemudian merajam, jadi ada beberapa kasus pezina yang dirajam atau dicambuk.
4. Bayan an-Nasakh
Bayan an-nasakh memiliki maksud untuk menghapus ketentuan yang ada dengan ketentuan yang lain karena datangnya suatu permasalahan yang baru. Namun, tentunya bukan menghapus isi dan substansi dari al-Qur'an, hanya saja masalah teknisnya yang berbeda.
Contoh:
Di bab zakat pertanian, dalam ayat al-Qur'an tidak diterangkan batasan nisab zakat melainkan segala penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya.
Sedangkan dalam sunnah Rasul ditandaskan:
"Tidak ada kewajiban zakat dari hasil pertanian yang kurang dari 5 wasak." (HR Bukhari dan Muslim)
Dari beberapa kedudukan tersebut, sudah jelas bahwasannya hadits mempunyai peranan penting dalam menjelaskan beberapa hukum atau hal yang tidak secara jelas diterangkan dalam al-Qur'an. Maka dari itu, kita tidak boleh meninggalkan hadits dalam sumber hukum Islam. Karena beberapa hukum dalam al-Qur'an tidak bisa dilaksanakan tanpa bantuan hadits.
B. Hubungan Hadits dengan Al-Qur'an
1. Hadits sesuai dengan al-Qur'an dari berbagai segi, sehingga adanya al-Qur'an dan Hadits pada satu hukum menunjukkan ada dan banyaknya dalil (semakin menguatkan).
Segala sesuatu yang ada pada hadits tidak pernah bertentangan dengan al-Qur'an, karena saling melengkapi dan saling menguatkan.
2. Hadits sebagai penjelas maksud al-Qur'an dan penafsirnya.
Jika ada suatu hukum yang diterangkan dalam al-Qur'an belum jelas dan belum diterangkan secara detail, maka haditslah yang menjelaskan hukum yang sudah ada dalam al-Qur'an. Contohnya seperti ayat al-Qur'an yang menyebutkan bahwa Allah menghamparkan bumi. Maksudnya diterangkan dengan hadits dimana Nabi berkata bahwa maksud dari menghampar bumi adalah bumi itu nyaman ditinggali.
Hadits itu juga menjelaskan bahwa Nabi adalah sebagai penjelas dari al-Qur'an.
3. Hadits menentukan satu hukum wajib atau haram pada sesuatu yang al-Qur'an diamkan.
` Terkadang al-Qur'an tidak membahas, tetapi kemudian hadits membahas. Namun, bukan berarti sesuatu yang tidak dibahas dalam al-Qur'an bukanlah suatu hal yang penting.
Seperti itulah hubungan hadits dengan al-Qur'an. Menarik jika saat ini memang ada fenomena dimana orang hanya menggunakan al-Qur'an saja dan tanpa menggunakan hadits. Jadi, memang ada aliran yang tidak suka menggunakan hadits sebagai rujukan (inkaru as-sunnah), tentunya dengan berbagai alasan yang tidak sembarangan.
Dari sekian tulisan tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
- Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi sedang al-Qur'an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai bentuk mukjizat. Sehingga jika ada beberapa hal yang kurang jelas, maka Nabi langsung menjelaskan.
- Tidak semua hukum atau tata cara ibadah di dalam agama Islam yang hukumnya wajib itu termaktub dalam al-Qur'an.Contohnya seperti kejelasaan jumlah rakaat pada shalat yang tidak ada dalam al-Qur'an, tetapi dijelaskan dalam hadits melalui praktik yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
- Beberapa hukum yang ada dalam al-Qur'an tidak akan pernah bisa dilaksanakan tanpa adanya hadits. Seperti rukun-rukun dan cara-cara shalat yang tidak disebutkan dalam al-Qur'an tetapi dijelaskan di dalam hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar