Cari Blog Ini

Senin, 30 November 2020

Hadits tentang 'Ariyah

 HADITS TENTANG 'ARIYAH

Al-'ariyah berasal dari bahasa Arab اَلْعَارِيَةُ diambil dari kata َعَار yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat, al-'ariyah berasal dari kata التَّعَاوُر yang artinya sama dengan التَّنَاوُل اَوْ التَّنَاوُب artinya saling tukar-menukar, yaitu dalam tradisi pinjam-meminjam. 

Sedangkan menurut istilah, 'ariyah dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak zatnya agar zatnya tetap dapat dikembalikan kepada pemiliknya.

Landasan Hukum 'Ariyah

Q.S. Al-Ma'idah: 2
 وَتَعَاوَنُوا عَلىَ الْبِرِّ وَ التَّقْوَى - وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى الْاِثْمِ وَ الْعُدْوَانِ - وَالتَّقُوا اللهَ - اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Artinya:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya." (Q.S. Al-Ma'idah:2)

وَعَنْ يَعْلَى بْنُ اُمَيَّة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م.: اِذَا اَتَتْكَ رُسُلِي فَاَعْطِهِمْ ثَلَاثِيْنَ دِرْعًا, قُلْتُ: يَا رَسُوْلُ اللهِ! اَعَارِيَةٌ 
(مَضْمُوْنَةٌ اَوْ عَارِيَةٌ مُؤَدَّاةٌ؟ قَالَ: بَلْ عَارِيَةٌ مُؤَدَّاةٌ. (رَوَاهُ اَحْمَد, وَ اَبُو دَاوُد, وَ النَّسَائِي, وَ صَحِّحَهُ اِبْنُ حِبَّان
Artinya:
"Dan dari Ya'la Ibnu Umayyah radliyallahu 'anhu berkata: Rasulullah SAW. bersabda kepadaku: "Apabila utusanku datang kepadamu, berikanlah kepada mereka tiga puluh baju besi." Aku berkata: "Wahai Rasulullah, ataukah pinjaman yang ditanggung atau pinjaman yang dikembalikan?" Beliau bersabda: "Pinjaman yang dikembalikan." (H.R. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i, dan disahihkan Ibnu Hiban)

Dalam konteks hadits tersebut terdapat dua kata yang menunjukkan arti yang berbeda, yakni madhmunah dan mu'adah. Yang dimaksud dengan madhmunah adalah benda yang dipinjam akan diganti (dibayar) dengan nilainya apabila rusak. Sedangkan yang dimaksud dengan kata mu'adah adalah benda pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemiliknya dengan wujud bendanya secara utuh, tidak diganti dengan nilainya apabila rusak (barang pinjaman diperbaiki terlebih dahulu apabila rusak, bukan diganti dengan barang lain atau dibayar harganya).

Rukun dan Syarat 'Ariyah

Secara umum, jumhur ulama fiqh menyatakan bahwa rukun ariyah ada tiga, yaitu:
1. Orang yang berakad (Mu'ir atau peminjam dan Musta'ir atau orang yang meminjamkan)
    Orang yang berakad disyaratkan harus sudah baligh dan berakal. Ulama Hanafiah tidak mensyaratkan sudah baligh, tetapi ulama lainnya menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya tanpa dipaksa, bukan anak kecil, dan bukan orang bodoh.
2. Objek yang diakadkan, yaitu barang dan manfaatnya
    Objek yang diakadkan disyaratkan barang yang bermanfaat dan dapat dimanfaatkan oleh peminjam. Barang dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya. Para ulama telah menetapkan bahwa ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya, seperti meminjamkan tanah, pakaian, dan sebagainya.
3. Shighat, yakni ijab qabul atau serah terima
    Shighat atau ijab qabul harus jelas, tidak mengandung lafadz ganda, dan yang dipahami oleh orang yang berakad.

Ragam Akad al-'Ariyah

  1. Makna akad i'arah secara hakiki (bukan majazi), sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mabsuth adalah akad pinjaman barang yang dapat dimanfaatkan tanpa rusak atau hilang. 
  2. Konsekuensi akad i'arah, menurut ulama Hanafiah adalah bahwa penerima pinjaman disamping secara langsung berhak memanfaatkan barang pinjaman berhak pula mengalihkan haknya kepada pihak lain dengan cara menyewakannya. Sedangkan ulama Syafi'i dan Hanabilah, penerima pinjaman hanya berhak memanfaatkan barang pinjaman untuk dirinya (tidak boleh dialihkan kepada orang lain).
  3. Dalam perspektif ulama Syafi'iyah dan Hanabilah, pemanfaatan barang pinjaman oleh peminjam bersifat terbatas, yakni bergantung pada izin dari pemiliknya. Sedangkan ulama Hanafiah berpendapat bahwa untuk pemanfaatan barang pinjaman bergantung pada bentuk akad pinjaman apakah bersifat tidak terbatas (muthlaq) atau terbatas (muqayyad). 
  4. Pinjaman tidak terbatas adalah akad pinjaman tanpa ada penjelasan dan/atau kepastian mengenai apakah barang pinjaman akan digunakan oleh dirinya sendiri, atau pihak lain tanpa ada kesepakatan mengenai cara pemanfaatan barang pinjaman tersebut serta tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat penggunaan barang pinjaman. Sedangkan pinjaman terbatas (muqayyad) adalah akad pinjaman yang disertai kejelasan atau kepastian mengenai apakah pinjaman akan menggunakan barang pinjaman oleh dan untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain; adanya kesepakatan mengenai cara memanfaatkan barang pinjaman atau adanya pembatasan waktu dan tempat penggunaan barang pinjaman.

Perbedaan Antara Akad al-'Ariyah, Qardh, dan Wadi'ah

 
  1. Akad qardh disebut juga akad pinjam-meminjam. Obyek yang dipinjam adalah uang (nuqud) atau harta mitsaliyat. Harta pinjaman dimanfaatkan oleh peminjam, sedangkan harta peminjam dikembalikan/diganti dengan harta yang sejenis (yang sama nilainya).
  2. Akad wadi'ah, merupakan akad penitipan barang (sil'ah/al-ain), baik harta mitsaliyah maupun harta ghair mitsli. Harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. Yang wajib dikembalikan kepada penitip (pemilik) adalah harta asal, sebagaimana harta sedia kala (tidak diganti dengan benda mitsli lainnya).
  3. Akad al-'ariyah disebut juga akad pinjaman. Obyeknya yang dipinjam adalah barang (sil'ah/al-ain), baik harta mitsaliyat maupun harta ghair mitsli. Harta pinjaman dimanfaatkan oleh peminjam, sedangkan harta peminjam dikembalikan (tidak diganti dengan harta yang sejenis).
  4. Akad ariyah berbeda dengan hibah, karena ariyah dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari suatu benda, sedangkan hibah mengambil zat benda tersebut. 
  5. Akad al-'ariyah merupakan akad yang bersifat tabarru' (sosial) karena dalam akad ini pemilik barang yang dipinjamkan tidak memperoleh imbalan atas manfaat barang pinjaman yang diterima pihak peminjam. 


Al-'Ariyah dan Tanggung Jawabnya

Kajian tentang tanggung jawab peminjam karena rusak atau hilangnya barang pinjaman dilengkapi dengan kajian kewajiban peminjam untuk mengganti barang pinjaman yang rusak atau hilang yang bersifat kontraktual (diperjanjikan dalam akad), yaitu bagaimana bila pemberi pinjaman sepakat bahwa peminjam wajib mengganti atau membayar harga karena rusak atau hilangnya barang pinjaman.
Pada intinya, barang pinjaman yang bersifat amanah bagi peminjam. Oleh karena itu, peminjam tidak wajib mengganti barang pinjaman yang rusak atau hilang karena kelalaian. 

Dalam kitab al-Bada'i al-Shama'i dijelaskan tentang wajibnya peminjam mengganti atau membayar harga karena rusak atau hilangnya barang pinjaman dalam kondisi berikut:
  • Peminjam secara sengaja menghilangkan barang pinjaman, misalnya dengan cara membuangnya, meminta pihak lain untuk mencurinya, atau tidak menyerahkannya kepada pemiliknya setelah berakhirnya masa pinjaman.
  • Lalai dalam menjaga barang pinjaman pada saat dimanfaatkan atau disewakan.
  • Menggunakannya untuk sesuatu yang tidak disepakati (mukhalafat asy-syuruth) atau untuk sesuatu penggunaan yang tidak umum untuk barang pinjaman tersebut.

Berakhirnya Akad al-'Ariyah

  1. Pemberi pinjaman meminta agar barang pinjaman dikembalikan karena akad pinjaman termasuk ghairu lazim, sehingga dapat berakhir karena pembatalan (fasakh).
  2. Peminjam mengembalikan barang pinjaman, baik setelah jangka waktu yang disepakati berakhir atau belum.
  3. Peminjam dan/atau pemberi pinjaman tidak cukup hukum, baik gila, dungu (safah), taghoyur (akalnya berubah-ubah) maupun karena berada di bawah pengampunan (dihukum).
  4. Meninggalnya pinjaman atau pemberi pinjaman karena akad pinjaman (sebagian jumhur ulama) merupakan izin pemanfaatan. Izin berakhir karena meninggalnya pemberi izin dan/atau penerimanya.
  5. Taflis, bangkrutnya pemberi pinjaman. Pihak yang bangkrut tidak boleh mengabaikan manfaat benda miliknya, terutama yang berkaitan dengan kepentingan pemberi utang kepadanya.


Kesimpulan (Opini Pribadi)

Jadi, berdasarkan penjelasan tentang 'ariyah di atas, saya berpendapat bahwa 'ariyah adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah yang bertujuan untuk membantu dan menolong sesama manusia, benar-benar murni dilakukan demi kemaslahatan umat manusia tanpa mengharap imbalan apapun melainkan mengharap ridho Allah SWT. Dengan adanya ariyah ini, banyak kalangan yang kurang mampu akan terbantu, selain itu ariyah juga memunculkan sikap dermawan dan saling tolong-menolong terhadap orang-orang yang katakanlah mampu dari segi materinya. Sehingga kebaikan dapat dirasakan oleh semua kalangan, tidak hanya yang diberi pinjaman akan senang karena terbantu, melainkan juga dari pihak peminjam yang merasa puas karena dapat membantu sesama yang sedang membutuhkan bantuannya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hadits tentang Wakalah

  Wakalah dan Haditsnya Pengertian Wakalah      Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan uru...