Cari Blog Ini

Rabu, 02 Desember 2020

Hiwalah beserta haditsnya

 HADITS TENTANG HIWALAH



Pengertian Hiwalah


Pengertian hiwalah ditinjau dari segi etimologi berarti al intiqal dan al tahwil yaitu memindahkan dan mengoper (Sabiq, 1989: 217). Secara bahasa hiwalah diambil dari kata tahawwul yang artinya berpindah. Dinamakan demikian karena akad ini memindahkan utang dari tanggungan seseorang menjadi tanggungan orang lain. Secara etimologi hiwalah juga berarti pengalihan, perpindahan, perubahan kulit dan memikul sesuatu di atas pundak (Hasan, 2003: 219).
 
Secara terminologi, dalam Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan bahwa hiwalah yaitu “Pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan pihak pertama kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang atau membayar utang dari atau kepada pihak ketiga, karena pihak ketiga berutang kepada pihak pertama dan pihak pertama berutang kepada pihak kedua atau karena pihak pertama berutang kepada pihak ketiga disebabkan pihak kedua berutang kepada pihak pertama. Perpindahan itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran yang ditegaskan dalam akad ataupun tidak didasarkan kesepakatan bersama.” (Dahlan, 1997: 559) 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hiwalah yaitu pengalihan utang, baik berupa hak untuk mengalihkan pembayaran atau kewajiban untuk mendapatkan pembayaran utang, dari orang yang mempunyai utang dan piutang dengan disertai rasa percaya dan kesepakatan bersama. 

Hadits tentang Hiwalah

Pelaksanaan hiwalah (pemindahan utang) menurut Nabi Muhammad SAW adalah dibolehkan, ini sesuai dengan hadits beliau : 

حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْنُ يُوْسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَان عَنْ ابْن ذَكْوَان عَنْ الاعْرَجِ عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَطْلُ اْلغَنِيَّ ظُلْمٌ وَ مَنْ اُتْبِعَ عَلىَ مَلِيِّ فَلْيَتَّبِع
Artinya:
"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibnu Dzakwan dari Al A'raj dari Abi Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar utang, maka hendaklah ia beralih (terima pengalihan tersebut)(H.R. Bukhari dan Muslim, 1981: 683) 

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يِحْيَى قَالَ قَرَاْتُ عَلَى مَالِكِ عَنْ اَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْاَعْرَجِ عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَ اِذَا اُتْبِعَ اَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيْءِ فَلْيَتَّبِعْ. حَدَّثَنَا اِسْحَق بْن اِبْرَاهِيْم اَخْبَرَنَا عِيْسَى بْنُ يُوْنُس ح  و حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن رَافِعٍ, حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَاق قَالَا جَمِيْعًا حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْن مُنَبِّه عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Artinya:
"Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; saya baca di hadapan Malik; dari Abu Zinnad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mengulur-ulur waktu pembayaran hutang bagi yang mampu adalah kezaliman, dan jika piutang salah seorang dari kalian dialihkan kepada orang yang kaya, maka terimalah." Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq semuanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti hadits di atas." (HR. Muslim No. 1564) (Muslim, n.d.). 

حَدَّثَنَا عَبْدُ الله بْنُ مَسْلَمَة الْقَعْنَبِيِّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ اَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْاَعْرَجِ عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَ اِذَا اُتْبِعَ اَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَتْبَعْ
Artinya:
"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi, dari Malik, dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Penangguhan orang yang kaya (dalam melunasi hutang) adalah kezaliman, dan apabila salah seorang di antara kalian diikutkan (hutangnya dipindahkan, hiwalah) kepada orang yang kaya, hendaknya ia mengikuti!" (HR. Abu Daud No. 3345) (as-Sajastani, 202AD). 

حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن بَشَّارِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَن بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَان عَنْ اَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْاَعْرَجِ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَ اِذَا اُتْبِعَ اَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيِّ فَلْيَتَّبِعْ قَالَ وَ فِي الْبَابِ عَنْ ابْن عُمَرَ وَ الشَّرِيْدِ بْنُ سُوَيْد الثَّقَفِي
 
Artinya:
"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Penundaan orang kaya dalam membayar hutang adalah kezaliman, jika seseorang dari kalian melimpahkan hutang kepada orang kaya, hendaklah orang kaya itu menanggungnya." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Ibnu Umar dan Syarid bin Suwaid Ats Tsaqafi." (HR. Tirmidzi No. 1308) (Al-albany, TT).

Dilihat dari segi sanad:

Periwayatan pada Hadis Hawalah memiliki jalur periwaya yang berbeda-beda juga, pada Hadis Al-Bukhari Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibnu Dzakwan dari Al A'raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda… Pada Hadis Muslim Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; saya baca di hadapan Malik; dari Abu Zinnad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda… Pada Hadis Abu Daud Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi, dari Malik, dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda… Pada Hadis Tirmidzi Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda… Dari keempat hadis tersebut tampak jelas perbedaan jalur periwayatannya khususnya pada periwayat terakhir, antara Muhammad bin Yusuf, Yahya bin Yahya, Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi, dan Muhammad bin Basysyar.

Dilihat dari segi kualitasnya:

Hadis Al-Bukhari kualitasnya Shahih, Hadis Muslim kualitasnya juga Shahih, Hadis Abu Daud kualitasnya ًعى ُسكت dan terakhir Hadis Tirmidzi dalam matan Hawalah ini adalah Hasan Shahih. 

Asbabul wurud:

Pada dasarnya sebab munculnya hadis hawalah ini ada kaitannya dengan asbabul wurud hadis kafalah, akan tetapi penjelasan akan terbagi dua , yang pertama yaitu tentang keharusan segera membayar hutang (oleh ahliwaru) atau menjaminnya sebelum disholatkan fardhu kifayah dan dikubur, dengan yang kedua yaitu bolehnya menerima bantuan dari orang lain, baik secara normal maupun dalam keadaan berhutang. Karena pada akhirnya di zaman Rasulullah SAW, beliaulah yang turut serta melunasi utang para sahabat yang telah meninggal dunia. Ada hadis yang artinya “ Barang siapa diberikan suatu (pemberian ) tanpa dimintanya dan tidak pula (si pemberi) mencari kemuliaan ( istisyraf) maka sesungguhnya pemberian itu rezeki dari Allah, maka hendaklah dia menerimanya dan janganlah dia menolaknya.” Asbabul Wurud Hadis ini seperti yang tercantum dalam al Jami‟ul Kabir dari Abdullah ibnu Ziyad bahwa Umar ibnu Khattab memberikan uang sebesar seribu dinar kepada Said ibnu Amir. Said berkata: Aku tidak membutuhkan uang yang diberikan itu, dan berikanlah kepada orang lain yang lebih membutuhkannya daripadaku. Maka Umar berkata: Jika engkau mau terimalah, jika engkau enggan tinggalkanlah. Karena Rasulullah SAW pernah memberikan suatu pemberian kepada aku dan aku menjawabnya seperti jawabanmu itu. Menanggapi sikapku itu Rasulullah bersabda: Barang siapa diberi satu pemberian... dst (Addamsyiqi, 2011). 

Pada hadis di atas, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya/mampu, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihiwalahkan (muhal alaih). 

Rukun dan Syarat Hiwalah

Rukun dan syarat hiwalah menurut hanafiah adalah :
  1. Muhil, yaitu orang yang memindahkan utang. Ia berutang pada seseorang dan mempunyai piutang pada seseorang lalu, ia memindahkan pembayaran utangnya atas orang yang berutang padanya (Syafi’1, 1982: 125). Syarat-syaratnya adalah cakap dalam melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baliq, berakal, tidak sah hiwalah dilakukan oleh anak kecil walaupun ia sudah mengerti (Mumayyiz), ada persetujuan (ridho), Jika pihak Muhil ada paksaan untuk melakukan hiwalah, maka akad tidak sah (Zuhaili, 1989, 4191) Persyaratan dibuat berdasarkan pertimbangan, bahwa sebagian orang keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajiban untuk membayar utang dialihkan kepada orang lain, meskipun pihak lain itu memang berutang kepadanya, karena itu ridho muhil mesti ada (Hasan,: 223).
  2. Muhal ‘alaih adalah orang yang dihiwalahi (orang yang berkewajiban melaksanakan hiwalah), ia adalah orang yang mempunyai utang orang yang pertama (muhil), orang yang berkewajiban melaksanakan hiwalah. Syarat-syaratnya adalah (Zuhaili, 1989, 4191) sama dengan muhil.
  3. Muhal adalah orang yang menerima hiwalah atas hiwalah muhil, ia merupakan orang yang berpiutang pada pihak pertama (muhil). Syarat-syaratnya (Zuhaili, 1989:4191) adalah cakap dalam melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baliq, berakal, tidak sah hiwalah dilakukan oleh anak kecil walaupun ia sudah mengerti (Mumayyiz), ada persetujuan (ridho). Jika pihak muhil ada paksaan untuk melakukan hiwalah, maka akad tidak sah.Sebagian pendapat mengatakan bahwa yang berhak rela (rihdo), adalah muhtal dan muhil, bagi muhal ‘alaih rela atau tidak akan mempengaruhi sahnya hiwalah (Ruysd, t.t:224).
  4. Adanya utang, yaitu utang muhtal kepada muhil dan utang muhil kepada muhal ‘alaih. Syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan, ialah sesuatu yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang sudah pasti (Zuhaili, 1989, 4191), kedua utang yang dialihkan adalah sama, baik jenisnya maupun kadarnya, penyelesaiannya, tempo waktu, jumlahnya (Ruysd, t.t:224).
  5. Shighat hiwalah, adalah ijab dan qobul. Ijab dari muhil dengan kata- katanya “Aku menghiwalahkan utangku kepada si Anu”. Dan Qobul adalah dari muhal ‘alaih dengan kata-katanya “ Aku terima hiwalah engkau” (Zuhaili, 1989: 4191).

Teknis Pelaksanaan Hiwalah


Take over merupakan proses perpindahan kredit nasabah di bank konvensional menjadi pembiayaan dengan prinsip jual beli yang berdasarkan syariah. Pada proses take over ini, bank syariah sebagai pihak yang akan melakukan take over terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di bank konven-sional. Bertindak sebagai wakil dari calon nasabahnya untuk melunasi sisa kredit yang terdapat di bank asal, mengambil bukti lunas, surat asli agunan, perizinan, polis asuransi, sehingga barang (yang dikredit-kan) menjadi milik nasabah secara utuh. Kemudian, untuk melunasi hutang nasabah kepada bank syariah, maka nasabah tersebut menjual kembali (barang yang dikreditkan) tersebut kepada bank syariah. Kemudian, bank syariah akan menjual lagi kepada nasabah dengan pilihan kombinasi akad yang tertera dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 31/DSN-MUI/VI/2002 ten-tang Pengalihan Hutang.

Penerapan kontrak hawalah dalam sistem perbankan biasanya di tetapkan pada hal-hal berikut: 
  1. Faktoring atau anjak piutang, di mana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang dan menagihnya dari pihak ketiga itu.
  2. Post-dated check, di mana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar dulu piutang tersebut. 
  3. Bill discounting, secara prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah, hanya saja, dalam Bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak di dapati dalam kontrak hawalah.

Kesimpulan (Opini Pribadi)

Berdasarkan penjelasan mengenai hiwalah di atas, saya berpendapat bahwa hiwalah merupakan pengalihan hutang dari pihak yang berhutang kepada pihak lain yang dengan tidak berat hati menerima hiwalah tersebut dengan ketentuan-ketentuan tertentu, serta disetujui oleh pihak muhal 'alaih dan dengan sepengetahuan muhal. Diperbolehkannya hiwalah ini karena bertujuan untuk membantu sesama manusia, sebagai bentuk kepedulian sosial, yang mana si penghutang merasa kesulitan membayar hutangnya, sehingga dialihkan kepada yang lebih mampu untuk membayar hutangnya dengan mengalihkan hutangnya itu kepada seseorang tersebut. Namun, hiwalah ini hanya dapat dilakukan jika hutangnya berupa uang, tidak boleh berupa barang/benda.

Wallahu a'lam...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hadits tentang Wakalah

  Wakalah dan Haditsnya Pengertian Wakalah      Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan uru...