Wakalah dan Haditsnya
Pengertian Wakalah
Wakalah berasal dari wazan
wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan, atau pekerjaan wakil. Wakalah mengandung pengertian
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat juga terdapat dalam kata al-hifzhu yang berarti pemeliharaan. Karena itu penggunaan kata wakalah atau wikalah dianggap bermakna
sama dengan hifzhun.
Sedangkan secara terminologi, wakalah adalah penyerahan
dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu dimana perwakilan
tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.
Dasar Hukum Wakalah
وَكَذَالِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوْا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ
مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوْا
رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوْا اَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ
اِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ اَيُّهَا اَزْكَى طَعَامًا فَلْيَاْتِكُمْ بِرِزْقٍ
مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ اَحَدًا
Artinya:
“dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (Q.S. Al-Kahfi:19)
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنِ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ
كُهَيْلٍ سَمِعْتُ اَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلاً اَتَى النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
يَتَقَاضَاهُ فَاَغْلَظَ فَهَمَّ بِهِ اَصْحَابُهُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ دَعُوْهُ فَاِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالًا ثُمَّ قَالَ
اَعْطُوْهُسِنَّا مِثْلَ سِنِّهِ قَالُوْا يَارَسُوْلُ اللهِ اِلاَّ اَمْثَلَ مِنْ
سِنِّهِ فَقَالَ اَعْطُوْهُ فَاِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ اَحْسَنَكُمْ قَضَاءً.
Artinya:
"Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin
Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah bin
Kuhail aku mendengar Abu Salamah
bin 'Abdurrahman dari Abu
Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Ada seorang laki-laki yang datang
menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menagih apa yang dijanjikan
kepadanya. Maka para sahabat marah kepadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Biarkanlah dia karena bagi orang yang benar ucapannya
wajib dipenuhi". Kemudian Beliau berkata: "Berikanlah untuknya seekor
anak unta". Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, tidak ada kecuali yang
umurnya lebih tua". Maka Beliau bersabda: "Berikanlah kepadanya,
karena sesungguhnya yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik
menunaikan janji".(HR. Al Bukhari dari Abu Huraira No.2306) (Al-Bukhari,
TT)
Menurut Al-Bukhari, Abu Hurairah menceritakan tentang seorang
laki-laki yang berpiutang pada Rasulullah SAW berupa seekor unta yang telah
berumur 5 tahun. Laki-laki itu datang menemui beliau untuk penyelesaian utang
piutang itu.Maka Nabi meiminta (kepada orang yang memelihara unta beliau) agar
menyerahkan kepada laki-laki tersebut seekor unta. Ia berusaha mencar unta yang
sama umurnya dengan umur unta milik laki-laki tersebut. Namun tidak seekor pun
yang sama umurnya. Yang ada hanya unta yang lebih tua dari unta laki-laki
tersebut. Lalu beliau perintahkan agar diserahkan saja seekor unta meskipun lebih
tua (yang berarti lebih mahal harganya). Maka laki-laki itupun bertanya : “Apakah engkau hendak menyempurnakan
hak ku atau engkau hanya mengharap ganjaran dari Allah?” Rasulullah SAW
menjawab: “Sesungguhnya yang sebaik-baik kamu adalah orang yang paling bagus
dalam membayar (utangnya).
Berdasarkan matan dari
Hadis ini اَعْطُوْهُ (berikanlah/bayarkanlah) dapat kita ketahui bahwa RasulullahSAW meminta kepada sahabat
untuk mewakilkan beliau dalam pemberian atau pembayaran hutang. Hukum dari
wakalah diambil berdasarkan dari adanya perwakilan oleh sahabat dalam
membayarkan hutang RasulullahSAW kepada seorang laki-laki yang datang menemui
beliau tersebut. Dalam Hadis yang lain sebagian dinukil dalam kitab fiqh sunah
bahwa wakalah bukan hanya
diperintahkan oleh Nabi tetapi Nabi sendiri pernah melakukannya. Nabi pernah
mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang Anshar untuk mewakilkannya mengawini
Maimunah.
Teknis Pelaksanaan Wakalah
Dalam melaksanakan wakalah, pastinya ada rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
- Orang yang mewakilkan (muwakkil), syaratnya memiliki hak untuk bertasharruf (pengelolaan) pada bidang- bidang yang didelegasikannya, mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf.
- Orang yang diwakilkan (al-wakil), syaratnya memiliki kecakapan akan suatu aturan- aturan yang mengatur proses akad wakalah ini, memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa.
- Objek yang diwakilkan (taukil), syaratnya sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa, tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya, dan tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain.
- Shighat, dengan dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa dari awal akad hingga akhir, isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa, tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.
Untuk pelaksanaan wakalah itu sendiri ada beberapa langkah.
Dalam fatwa DSN No 10/DSN-MUI/IV/2000 mengenai wakalah, menjelaskan bahwa pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Dalam fatwa DSN No 10/DSN-MUI/IV/2000 juga dijelaskan jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Akad wakalah digunakan dalam perbankan syari'ah seperti reksa dana syari'ah, pembiayaan rekening koran syari'ah, Letter of Credit (L/C) impor syari'ah, Letter of Credit (L/C) ekspor syari'ah, asuransi syari'ah, transfer uang, kliring,
RTGS, inkaso, pembayaran gaji, kartu kredit, transaksi sertifikat bernilai (awraaq
maaliyah) seperti saham, obligasi, sukuk dll dimana bank menjadi perantara,
pembayaran rutin lainnya seperti zakat, shodaqoh, pembayaran tagihan dan lain-lain.
Opini Pribadi
Wakalah merupakan salah satu kegiatan sosial yang berguna untuk membantu dan menolong sesamanya yang sedang kesusahan. Jadi, wakalah adalah salah satu kegiatan
muamalah yang bertujuan untuk tolong-menolong dan bukan untuk mencari
keuntungan komersial semata. Jika ada seseorang yang memang tidak mampu
melaksanakan tugasnya bisa didelegasikan kepada orang yang mampu dalam
melaksanakan suatu tugas tersebut. Dan segala sesuatu tetap sah jika tidak mengandung unsur yang dilarang dalam Islam.


Bagus, semoga senantiasa istiqomah dalam berkarya, ditunggu karya selanjutnya...
BalasHapusTerima kasih, Pak
Hapus