HADITS TENTANG AL-SHARF
Pengertian al-Sharf
Al-sharf secara etimologi artinya al-ziyadah (penambahan), al-‘adl (seimbang), penghindaran atau transaksi jual beli. Secara terminologi, as-sharf dapat diartikan sebagai jual beli suatu valuta dengan valuta asing yang mana penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama secara tunai. Sharf adalah jual beli suatu valuta dengan valuta asing. Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. Valuta asing disini maksudnya adalah mata uang luar negeri seperti dolar Amerika, Poundsterling, Inggris, Ringgit Malaysia dan sebagainya. Sharf juga bisa diartikan sebagai jual beli uang logam dengan uang logam lainnya. Misalnya jual beli dinar, emas dan dirham perak.
Dasar Hukum al-Sharf
Dalam al-Qur'an tidak disebutkan secara jelas tentang jual beli as-sharf, namun dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 275 dijelaskan tentang jual beli secara umum:
...وَ اَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَ حَرَّمَ الرَِبَا...
Artinya:
"... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (Q.S. Al-Baqarah:275)
Jadi, pada ayat tersebut menjelaskan bahwa seluruh jual beli pada dasarnya halal dan boleh selama tidak mengandung empat unsur yang dilarang. Selain itu jual beli itu dihalalkan sampai ada dalil yang mengatakan bahwa jual beli itu haram. Maka dari itu as-sarf termasuk jual beli yang halal dan boleh dilakukan, karena sampai saat ini belum ada dalil yang menjelaskan tentang larangan al-sharf.
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: اَلذِّهَبُ بِالذِّهَابِ, وَ الْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ, وَ الْبُرُّ بِالْبُرِّ, وَ الشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ, وَ التَّمْرُ بِالتَّمْرِ, وَ الْمِلْحُ بِالْمِلْحِ, مِثْلاً بِمِثْلٍ, سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ, يَدًابِيَدٍ, فَاِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْاَصْنَافِ, فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ, اِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
Artinya:
"Telah bersabda Rasulullah SAW: emas (hendaklah dibayar) dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama-sama dan sejenis, haruslah dilakukan secara kontan (yad bi yad), maka apabila berbeda jenisnya juallah sekehendak kalian dengan syarat kontan."
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. tidak melarang jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, asalkan sama jumlahnya, sejenis barangnya, dan dibayar secara kontan atau tunai. Misalkan terpaksa untuk melakukan penukaran berbeda jenis, maka diperbolehkan asalkan tunai (kontan). Konsep pertukaran ini bisa disamakan dengan sistem al-sharf.
Berdasarkan ijma', ulama sepakat membolehkan transaksi al-sharf dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Pertukaran tersebut harus dilaksanakan secara tunai (spot) artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
- Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa.
- Harus dihindari jual beli bersyarat, misalnya A setuju membeli barang dari B haru ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang.
- Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
- Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau jual beli tanpa hak kepemilikan.
Rukun dan Syarat Al-Sharf
Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu :
- Pelaku akad, yaitu ba’I (penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta
- Objek akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar)
- Shighah yaitu ijab dan qabul
Sedangkan syarat dari akad sharf, yaitu :
- Valuta (sejenis atau tidak sejenis) apabila sejenis, harus ditukar dengan jumlah yang sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai dengan nilai tukar.
- Waktu penyerahan (spot).
- Al-Tamatsul (Sama rata)
- Tidak mengandung akad khiyar syarat
Al-Sharf yang Diperbolehkan
Batasan-batasan pelaksanaan valuta asing yang didasarkan pada hadits-hadits yang memperbolehkan jual beli valuta asing yaitu:
- Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai, artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang secara bersamaan.
- Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
- Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya A setuju membeli barang dari B hari ini, dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang. Hal ini tidak diperbolehkan karena selain untuk menghindari riba, juga karena jual beli bersyarat itu membuat hukum jual beli menjadi belum tuntas.
- Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
- Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau tanpa hak milik (bai’ ainiah).
Pendapat madzhab Syafi'i memperbolehkan suatu transaksi dengan mata uang dirham yang tengah berlaku walaupun ditukar dengan dirham biasa, sedangkan dirham sebagai mata uang negara yang mempunyai cap, maka transaksi semacam ini dibolehkan. Kemudian ia berkata berlakunya transaksi dengan mempertukarkan mata uang yang tidak sejenis tidaklah ada halangannya, asalkan secara tunai.
Namun demikian apakah diperbolehkan mempertukarkan mata uang yang sama namanya tetapi berbeda negara yang memilikinya seperti dinar Marokko dengan dinar Maghribi. Dalam hal ini Imam al-Subki tidak menemukan adanya riwayat yang melarang tetapi pendapat yang terkuat adalah membolehkannya.
dapat dipahami bahwa tukar menukar uang yang satu dengan uang yang lain diperbolehkan. Begitu pula memperdagangkan mata uang asalkan nama dan mata uangnya berlainan atau nilainya saja yang berlainan, namun harus dilakukan secara tunai.
Dampak al-Sharf Bagi Suatu Negara
Transaksi jual beli valuta asing pada umumnya diselenggarakan di pasar valuta asing, money changer, bank devisa dan perusahaan bisnis valas. Perdagangan valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, antara lain menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan masyarakat umum, malah kegiatan jual beli valas cenderung mendorong jatuhnya nilai mata uang, karena para spekulah sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu negara berfluktuasi secara tajam. Bila nilai mata uang anjlok, maka secara otomatis, rusaklah suatu negara tersebut ditandai dengan naiknya harga barang-barang atau terjadinya inflasi secara tajam. Sedangkan inflasi adalah realitas ekonomi yang tidak diinginkan dalam ekonomi Islam. Akibat lainnya adalah goncang dan ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan impor yang pada gilirannya mengakibatkan kesulitan operasional dan sering menimbulkan PHK dimana-mana. Demikian pula, suku bunga pinjaman perbankan menjadi tinggi. APBN harus direvisi karena disesuaikan dengan dolar. Defisit APBN pun semakin membengkak secara tajam.
Opini Pribadi
Menurut saya, dengan adanya sistem pertukaran as-sharf ini mampu memudahkan urusan seseorang, apalagi yang kegiatannya sering pulang pergi ke luar negeri dan pastinya membutuhkan biaya hidup di luar negeri yang mana mata uangnya pasti berbeda. Konsep as-sharf ini sangat cocok diterapkan untuk era di zaman sekarang ini, karena sebagian besar orang membutuhkannya. Asalkan dalam pertukaran tersebut tidak dilandasi dengan sesuatu yang diharamkan Islam, maka diperbolehkan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar