Hadits tentang Bagi Hasil
A. Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola, dengan syarat bahawa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan bersama.
Dasar hukum mudharabah
وَاخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِي الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللهِ...
"Dan mereka yang lain berjalan di atas bumi untuk menuntut karunia Allah SWT." (Q.S. Al-Muzammil: 20)
Kata dharaba fil ardhi menunjukkan arti perjalanan atau berjalan di bumi yang dimaksud perjalanan untuk tujuan berdagang (mudharabah).
Dari dalam hadits disebutkan bahwa:
عَنْ صَالِحِ بْنُ صُهَيْب عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلّم: ثَلَاث فِيْهِنَّ الْبَرَكَةَ: الْبَيْعُ اِلَى اَجَلٍ وَ الْمُقَارَضَةُ وَ اَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ (رواه ابن ماجة)
"Dari Sholeh bin Suhaib dari ayahnya berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda: tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkatan yaitu jual beli sampai batas waktu, muqaradhah (memberi modal) dan mencampurkan gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual."(H.R. Ibnu Majah)
Korelasi pada hadits ini secara konsepsi berada pada konteks keberkahan, konsep ini dapat dianalogikan sebagai konsep عن ترض ('an taradhin) yaitu sama-sama ridho. Jika keduanya sama-sama ridho, maka keberkahan akan ada didalamnya. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah ini dinilai sebagai hadits dhoif (lemah) dalam kitab Subulus Salam (3/76).
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa mudharabah merupakan aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan satu sama lainnya. Para ulama fiqh menetapkan bahwa aqad mudharabah apabila telah memenuhi rukun dan syarat mudharabah, maka hukumnya boleh.
Rukun mudharabah:
1. Pelaku (pemilik modal dan pelaksana usaha)
2. Objek mudharabah (modal dan kerja)
3. Sighat atau akad (ijab qabul)
Syarat mudharabah:
1. Masing-masing pihak memenuhi persyaratan kecakapan wakalah.
2. Modal harus jelas jumlahnya, berupa tsaman (harga tukar) tidak berupa barang dagangan, harus tunai dan diserahkan seluruhnya kepada pengusaha.
3. Prosentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus dinyatakan secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama.
4. Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur tangan pihak pemodal.
5. Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemodal. Sedangkan pihak pekerja atau pengusaha sama sekali tidak menanggungnya, melainkan ia menanggung kerugian pekerjaan.
Jenis-jenis mudharabah:
1. Mudharabah muthalaqah (mudharabah secara mutlak/bebas)
Merupakan bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modal yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sering kali dicontohkan dengan ungkapan if'al ma syi'ta (lakukanlah sesukamu) dari pemilik modal kepada pengelola modal yang memberi kekuasaan sangat besar.
2. Mudharabah muqayyadah (mudharabah terikat)
Jenis ini adalah kebalikan dari mudharabah muthalaqah, yang mana pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Dalam akad dicantumkan bahwa modal tersebut hanya untuk usaha yang telah ditentukan (terikat pada usaha tertentu).
Jenis mudharabah muqayyadah ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Mudharabah muqayyadah on balance sheet (investasi terikat)
Pemilik dana membatasi atau memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana misalnya hanya melakukan mudharabah di bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu.
b. Mudharabah muqayyadah of balance sheet (investasi tidak terikat)
Merupakan jenis mudharabah dimana penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya.
Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah:
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan haji, kurban, dan sebagainya.
2. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
3. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
4. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah diterapkan oleh shahibul maal.
B. Musyarakah
Secara etimologi, musyarakah berasal dari bahasa Arab شَرَكَ yang berarti bersekutu, menyetujui. Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama.
Dasar hukum diperbolehkannya musyarakah, dalam Q.S. Shad ayat 24
قاَلَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ اِلَى نِعَاجِهِ وَ اِنَّ كَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ اِلاَّ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَ
قَلِيْلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُوْدُ اَنَّمَا فَتَنَّاهُ فاَسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَ اَنَابَ (سورة: ص, اية: 24)
"...dan sesungguhnya orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat dzalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh." (Q.S. Shad:24)
Dalam hadits:
اَنَا ثَالِثُ الشَّارِكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَاِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا (رواه ابو داود)
"Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya." (H.R. Abu Daud dan Hakim)
Maksud dari hadits ini adalah bahwa Allah akan menjaga dan membantu mereka yang bersyarikah dengan memberikan tambahan pada harta mereka dan melimpahkan berkah pada perdagangan mereka. Jika ada yang berkhianat, maka berkah dan bantuan tersebut dicabut Allah.
Rukun dan syarat musyarakah:
1. Pihak yang berkontrak ('aqidani), disyaratkan harus kompeten (cakap secara hukum) dalam
bertransaksi dan memberikan atau menerima kekuasaan perwakilan.
2. Objek yang diakadkan (ma'qud 'alaih), objek disini adalah dana (modal). Disyaratkan dana
harus berupa uang tunai, atau kemungkinan bila terjadi, modal berwujud asset perdagangan,
seperti barang-barang, properti, dan lain sebagainya. Maka, harus dinilai terlebih dahulu
secara tunai dan disepakati para mitranya.
3. Sighat atau ijab qabul, syarat yang harus dipenuhi antara lain adanya kejelasan maksud antara
dua pihak, kesesuaian antara ijab dan qabul, adanya pertemuan antara ijab dan qabul
(berurutan dan menyambung), adanya satu majelis akad dan adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak, tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan.
Macam-macam musyarakah:
1. Musyarakah amla' yaitu dua orang atau lebih memiliki benda/harta yang bukan disebabkan
akad musyarakah. Melainkan tercipta karena warisan, wasiat, membeli bersama, diberi
bersama, atau kondisi lainnya. Jenis musyarakah ini dibagi menjadi dua macam yaitu
musyarakah ikhtiyariyah dan musyarakah ijbariyah.
2. Musyarakah 'uqud yaitu transaksi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk berserikat
dalam permodalan dan keuntungan. Yang termasuk musyarakah 'uqud adalah musyarakah
al-'inan, musyarakah al-mufawwadhah, musyarakah al-a'mal, musyarakah al-wujuh.
Musyarakah dapat diimplementasikan dalam perbankan syariah misalnya pembiayaan proyek dan
modal ventura. Selain itu, musyarakah diimplementasikan pada bidang pertanian seperti
muzara'ah, mukhabarah, dan musaqah.
C. Sistem Bagi Hasil
Esensi dari kontrak mudharabah adalah kerja sama untuk mencapai (profit) keuntungan
berdasarkan akumulasi komponen dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan
ditentukan melalui kedua komponen ini. Risiko juga menentukan keuntungan (profit) dalam
komponen mudharabah. Pihak investor (shohibul maal) menanggung risiko kerugian dari modal
yang telah diberikan. Sedangkan mudharib menanggung risiko tidak mendapatkan keuntungan
dari hasil usaha atau pekerjaannya telah dijalankan, dengan catatan apabila kerja sama tersebut
tidak menghasilkan keuntungan (profit).
Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shohibul maal dan
mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah
bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional.
Keuntungan bersih harus dibagi antara shohibul maal denghan mudharib sesuai dengan proporsi
yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada
pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shohibul maal telah dibayar
kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai
pembagian keuntungan dimuka.
Secara rinci, pembagian hasil mudharabah sebagai berikut:
- Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung dan rugi.
- Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
- Rasio bagi hasil tetap tidak berubah selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas
kesepakatan bersama.
- Bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Jika usaha merugi, kerugian
akan ditanggung bersama.
- Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan.
- Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.